Cast: Dennis, Casey, Andrew, Marcus, Aiden
Genre : Fantasy
Length : Chaptered
Hari-hari berjalan normal bagi Senna. Setidaknya dalam beberapa hari ini dia tidak mengalami kejadian yang membahayakan jiwa. Sempat terbersit di benaknya, mungkinkah karena hari-harinya yang sekarang selalu ditemani oleh malaikat bawah sehingga hal buruk cukup menjauhinya? Tapi, entah mengapa ada sesuatu yang menggangu pikirannya, meski Senna sendiri tidak bisa mengatakan apa yang mengganggunya itu.
“Kau keberatan bangun pagi besok?” tanya Dennis saat mengantarkan Senna pulang sekitar dua minggu kemudian.
“Seberapa pagi?” Senna berusaha menjaga suaranya tetap tenang. Selama beberapa hari terakhir sama sekali tidak ada pembicaraan yang menyinggung ajakan Dennis waktu itu. Senna sempat berpikir kalau Dennis sudah lupa.
Dennis menatap lurus-lurus dalam mata Senna. “Kau tahu, kau bisa membatalkannya kapanpun. Kalau kau keberatan untuk pergi tidak masalah bagiku.”
Senna tertawa. “Seberapa pagi?” tanyanya ulang. Dennis masih menatapnya dalam. “Dengar, aku tidak punya masalah dengan pergi bersamamu. Tapi, aku mendapat kesan bahwa kaulah yang tidak ingin mengajakku pergi ke-entah-dimana itu.”
Dennis menyerah. Memang benar. Setelah mengajak Senna, dia menjadi ragu, apalagi setelah pembicaraannya dengan saudara-saudanya. Sebagian dari dirinya masih takut dan ragu. “Jam 6 pagi. Perjalanan kita cukup jauh.”
Senna tersenyum. “Sangat pagi.” Setelah saling bertukar selamat tinggal, Senna kembali dalam rumahnya.
Senna mendengarkan sampai suara mesin mobil Dennis menghilang di kejauhan sambil berdiri bersandar dibalik pintu. Entah kenapa mendadak Senna merasakan perasaan yang tidak enak. Senna sama sekali tidak mengerti, tapi dia merasa kosong mendadak. Senna memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam air dingin agar lebih tenang. Kalau tidak berhasil, dia akan minum obat tidur.
+++
Senna terbaring terjaga sepanjang malam. Obat tidur yang diminumnya tidak berpengaruh sama sekali. Pikirannya memang tenang, tapi sama sekali tidak bisa tidur. Sedetikpun matanya tak ingin terpejam. Betapa leganya Senna saat jam di samping tempat tidurnya menunjukkan puku 4.50.
Memang masih terlalu pagi, tapi percuma bila dia tetap di tempat tidur. Senna menyalakan lampu di seluruh rumah dan memutuskan untuk melakukan senam ringan di ruang tamu. Meski lebih segar kalau berolahraga diluar, Senna masih cukup khawatir dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan aneh di tengah hutan yang gelap.
Setelah kira-kira setengah jam, Senna merasa lebih segar setelah berkeringat. Dia mendinginkan tubuh dengan menyiapkan pakaian yang akan dikenakannya. Setelah semua siap, Senna bergegas mandi. Dia baru selesai mengecek semua barang-barangnya saat terdengar ketukan halus di pintunya.
“Kau tidak menyetir?” tanya Senna sambil membuka pintu. Dia tidak melihat adanya mobil di halaman.
“Kuharap kau tidak keberatan kalau kita menggunakan mobilmu saja.” Senna sebenarnya ingin bertanya alasannya, tapi entah kenapa dia mengurungkan niatnya.
“Siap berangkat?”
Senna mengangguk dan menyambar tasnya dari atas sofa. Udara pagi terasa segar begitu dia melangkah keluar. “Apa aku juga yang menyetir?”
“Kalau kau tidak keberatan.” Jawab Dennis. Senna tersenyum dan membuka garasi kemudian mengeluarkan mobilnya.
Selama kira-kira tiga perempat jam mobil Senna melaju dalam keheningan. Dennis hanya bicara untuk menunjukkan arah bila ada persimpangan yang menanti. Senna sama sekali tidak tahu kemana mereka akan pergi. Dennis tidak mengatakan apapun. Senna bisa menahan diri sejak kemarin, tapi sekarang rasanya tidak.
“Aku tahu kau akan bertanya padaku.” Kata Dennis tiba-tiba, tepat saat Senna akan membuka mulut.
“Kau bisa baca pikiran?”
Dennis menggeleng pelan. “Tidak. Aku menebak dari tingkahmu.” Senna mengeryitkan dahi sebagai tanda meminta penjelasan lebih lanjut. “Pertama, aku berhutan maaf padamu. Kau tahu, aku mengajakmu ke suatu tempat untuk bertemu dengan seseorang yang sangat berarti bagiku.”Read More »